![]() |
siklus black soldier fly |
Black Soldier Fly berwarna hitam dan bagian segmen basal abdomennya
berwarna transparan (wasp waist) sehingga sekilas menyerupai abdomen
lebah. Panjang lalat berkisar antara 15-20 mm dan mempunyai waktu hidup
lima sampai delapan hari (Gambar 1). Saat lalat dewasa berkembang dari
pupa, kondisi sayap masih terlipat kemudian mulai mengembang sempurna
hingga menutupi bagian torak. Lalat dewasa tidak memiliki bagian mulut
yang fungsional, karena lalat dewasa hanya beraktivitas untuk kawin dan
bereproduksi sepanjang hidupnya. Kebutuhan nutrien lalat dewasa
tergantung pada kandungan lemak yang disimpan saat masa pupa. Ketika
simpanan lemak habis, maka lalat akan mati (Makkar et al. 2014).
Berdasarkan jenis kelaminnya, lalat betina umumnya memiliki daya tahan
hidup yang lebih pendek dibandingkan dengan lalat jantan (Tomberlin et
al. 2009).
Menurut Tomberlin et al. (2002) bahwa siklus hidup BSF dari telur
hingga menjadi lalat dewasa berlangsung sekitar 40-43 hari, tergantung
dari kondisi lingkungan dan media pakan yang diberikan. Lalat betina
akan meletakkan telurnya di dekat sumber pakan, antara lain pada
bongkahan kotoran unggas atau ternak, tumpukan limbah bungkil inti sawit
(BIS) dan limbah organik lainnya. Lalat betina tidak akan meletakkan
telur di atas sumber pakan secara langsung dan tidak akan mudah terusik
apabila sedang bertelur. Oleh karena itu, umumnya daun pisang yang telah
kering atau potongan kardus yang berongga diletakkan di atas media
pertumbuhan sebagai tempat telur.
Seekor lalat betina BSF normal mampu memproduksi telur berkisar
185-1235 telur (Rachmawati et al. 2010). Literatur lain menyebutkan
bahwa seekor betina memerlukan waktu 20-30 menit untuk bertelur dengan
jumlah produksi telur antara 546-1.505 butir dalam bentuk massa telur
(Tomberlin & Sheppard 2002). Berat massa telur berkisar 15,8-19,8 mg
dengan berat individu telur antara 0,026-0,030 mg. Waktu puncak
bertelur dilaporkan terjadi sekitar pukul 14.00-15.00. Lalat betina
dilaporkan hanya bertelur satu kali selama masa hidupnya, setelah itu
mati (Tomberlin et al. 2002).
Lebih lanjut disebutkan bahwa jumlah telur berbanding lurus dengan
ukuran tubuh lalat dewasa. Lalat betina yang memiliki ukuran tubuh lebih
besar dengan ukuran sayap lebih lebar cenderung lebih subur
dibandingkan dengan lalat yang bertubuh dan sayap yang kecil (Gobbi et
al. 2013). Jumlah telur yang diproduksi oleh lalat berukuran tubuh besar
lebih banyak dibandingkan dengan lalat berukuran tubuh kecil. Selain
itu, kelembaban juga dilaporkan berpengaruh terhadap daya bertelur lalat
BSF. Sekitar 80% lalat betina bertelur pada kondisi kelembaban lebih
dari 60% dan hanya 40% lalat betina yang bertelur ketika kondisi
kelembaban kurang dari 60% (Tomberlin & Sheppard 2002).
Dalam waktu dua sampai empat hari, telur akan menetas menjadi larva
instar satu dan berkembang hingga ke instar enam dalam waktu 22-24 hari
dengan rata-rata 18 hari (Barros-Cordeiro et al. 2014). Ditinjau dari
ukurannya, larva yang baru menetas dari telur berukuran kurang lebih 2
mm, kemudian berkembang hingga 5 mm. Setelah terjadi pergantian kulit,
larva berkembang dan tumbuh lebih besar dengan panjang tubuh mencapai
20-25 mm, kemudian masuk ke tahap prepupa. Tomberlin et al. (2009)
menyebutkan bahwa larva betina akan berada di dalam media lebih lama dan
mempunyai bobot yang lebih berat dibandingkan dengan larva jantan.
Secara alami, larva instar akhir (prepupa) akan meninggalkan media
pakannya ke tempat yang kering, misalnya ke tanah kemudian membuat
terowongan untuk menghindari predator dan cekaman lingkungan.
Suhu merupakan salah satu faktor yang berperan dalam siklus hidup
BSF. Suhu yang lebih hangat atau di atas 30°C menyebabkan lalat dewasa
menjadi lebih aktif dan produktif. Suhu optimal larva untuk dapat tumbuh
dan berkembang adalah 30°C, tetapi pada suhu 36°C menyebabkan pupa
tidak dapat mempertahankan hidupnya sehingga tidak mampu menetas menjadi
lalat dewasa. Pemeliharaan larva dan pupa BSF pada suhu 27°C berkembang
empat hari lebih lambat dibandingkan dengan suhu 30°C (Tomberlin et al.
2009). Suhu juga berpengaruh terhadap masa inkubasi telur. Suhu yang
hangat cenderung memicu telur menetas lebih cepat dibandingkan dengan
suhu yang rendah. (Disadur dari Jurnal Ilmiah : (Black Soldier Fly (Hermetia illucens) as an Alternative Protein Source for Animal Feed) April Hari Wardhana Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. RE Martadinata No. 30, Bogor 16114)